
Maraknya aplikasi pinjaman online –khususnya yang ilegal– di Indonesia kian meresahkan karena berdampak negatif pada masyarakat luas.
Dengan demikian, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) berusaha keras melindungi masyarakat dari keberadaan jasa pinjaman online ilegal yang terus menjamur.
Dan Menkominfo Johnny G. Plate mengatakan bahwa salah satu cara yang dilakukan pemerintah terkait maraknya aplikasi pinjaman online ilegal adalah dengan memblokir peer-to-peer lending fintech atau pinjaman online ilegal dan memberikan edukasi literasi digital kepada masyarakat.
Dikutip dari keterangan resmi Kemkominfo pada Kamis (19/8/2021), Johnny G. Plate mengatakan, “Kemkominfo ingin menegaskan perlindungan kepada masyarakat pengguna jasa pinjaman online dilakukan dengan langkah komprehensif, termasuk yang paling tegas, yaitu pemutusan akses terhadap penyelenggara peer-to-peer lending fintech yang melaksanakan kegiatan namun tidak sesuai ketentuan yang berlaku.”
Johnny G. Plate juga mengungkapkan bahwa lembaga terkait, termasuk OJK (Otoritas Jasa Keuangan), menjalankan koordinasi dan kolaborasi dengan Kemkominfo untuk proses pemutusan akses aplikasi pinjaman online ilegal.
“Sejak 2018 hingga 17 Agustus 2021, akses 3.856 platform fintech tanpa izin telah diputus dan itu termasuk penyelenggara peer-to-peer lending fintech tanpa izin sesuai hasil koordinasi bersama OJK,” ungkap Johnny.
Program literasi digital dan kolaborasi
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Kemkominfo akan membekali masyarakat dengan sejumlah keahlian agar dapat mencerna informasi yang tepat saat menggunakan internet.
Untuk itu, gerakan Siberkreasi Kemkominfo pun digencarkan demi program literasi digital dan rencananya digelar di 514 kabupaten dan kota, dengan target 12,48 juta peserta per tahunnya dan berharap mencapai 50 juta peserta di tahun 2024.
Menkominfo Johnny G. Plate mengatakan bahwa ada empat kurikulum atau pilar literasi digital yaitu cakap bermedia digital, budaya bermedia digital, etika bermedia digital dan aman bermedia digital.
Dengan demikian, diharapkan masyarakat semakin teredukasi dan bisa waspada saat menggunakan internet, termasuk dalam memiliki aplikasi pinjaman online dan tidak mudah memberikan data pribadi karena bisa disalahgunakan.
Untuk memastikan program tersebut berjalan lancar, Menkominfo Johnny G. Plate juga mengungkapkan tentang kolaborasi dari berbagai elemen bangsa, terutama dengan penyelenggara peer-to-peer lending.
“Demi menyelesaikan permasalahan penyelenggara peer-to-peer lending harus komprehensif dari hulu hingga hilir, tidak bisa hanya pada upaya pemutusan akses. Karena itu harus ada kolaborasi lintas pemangku kepentingan agar ekosistem industri ekonomi digital Indonesia semakin tangguh dan maju,” pungkasnya.
Modus-modus penipuan online

Dilansir dari berbagai sumber, aplikasi pinjaman online ilegal sangat berpotensi menyebabkan seseorang menjadi korban penipuan online dengan sejumlah modus, dan tentu hal itu perlu diwaspadai oleh masyarakat.
Dan berikut ini adalah sejumlah modus penipuan online yang kerap memakan korban di Indonesia.
Yang pertama adalah modus phishing, dimana modus penipuan tersebut dilakukan oleh oknum yang mengatasnamakan lembaga resmi melalui telepon, pesan teks/SMS hingga e-mail. Korban yang terperangkap dengan modus ini akan diambil data-data pribadinya yang berujung pada pencurian identitas hingga kerugian karena digunakan untuk sesuatu.
Yang kedua adalah modus phraming handphone. Modus ini membuat korban mengakses situs web palsu yang berisi malware yang berfungsi untuk meretas akun atau data korban secara ilegal.
Yang ketiga adalah modus sniffing, yaitu informasi korban diretas melalui jaringan yang ada para perangkat korban dan setelahnya pelaku mengakses aplikasi yang menyimpan data korban. Kasus seperti ini banyak terjadi karena akses WiFi di ruang public.
Yang keempat adalah modus money mule, dimana pelaku meminta korban menerima sejumlah uang ke rekening untuk ditransfer ke rekening orang lain. Contoh kasusnya adalah korban dihubungi dan diberitahu mendapatkan hadiah, namun harus membayar pajak lebih dulu agar hadiah tersebut di antarkan ke rumah.
Yang terakhir adalah modus social engineering, yaitu modus yang memanipulasi psikologis korban sehingga memberikan informasi pribadi dan sensitif tanpa sadar. Contohnya adalah pelaku menghubungi korban dan berbicara panjang lebar sehingga bisa mengambil OTP atau password korban terhadap suatu akun.